Pak.... Bu, Maafkan Aku... Aku ( Kembali ) Gagal Membawakan Calon Menantu Untukmu Di Hari Raya Idul Fitri Ini

Pak… Bu… Maaf, Lebaran Kali Ini Aku Gagal (Lagi) Membawa Calon Menantu Untukmu

Hari kemenangan sudah di depan mata. Besok malam aku akan berangkat dengan kereta menuju rumah yang selalu aku rindukan. Aku tak pernah kekurangan semangat setiap kali mudik ke kampung halaman.

Aku sudah tak tahan ingin lagi segera mencium aroma pekarangan rumah, menerawang kembali masa kecil, bermalas-malasan di kasur kamar, dan tentunya bertemu bapak dan ibu tercinta.

Semua oleh-oleh terbaik untuk bapak dan ibu sudah siap, tinggal ditenteng. Aku yakin bapak ibu akan menyukainya. Tapi, ada satu oleh-oleh pesanan mereka yang lagi-lagi gagal aku bawa. Pak.. Bu… di sini tak ada satupun toko oleh-oleh yang menjual “calon menantu”. Maaf, lebaran kali ini aku belum juga membawa calon menantu untuk kalian…


Pak… Bu… Sejak lebaran tahun lalu, aku sudah mencari, menunggu, bahkan menyiapkan segalanya untuk menemukan calon menantu yang ingin kalian lihat di hari lebaran kali ini. Tapi sayangnya, ternyata jodoh itu tak bisa dipesan.

Aku bukannya pura-pura lupa Pak.. Bu.. dengan pesan kalian lebaran tahun-tahun kemarin. Aku ingat sekali, saat aku menunduk sungkem di pangkuanmu, Bapak dan Ibu sempat menyisipkan doa agar aku segera mendapatkan jodoh dan menikah.

Akupun selalu mengamininya. Bohong kalau aku tidak mau bertemu jodohku dan menikah dengannya. Aku pikir, jarak waktu satu tahun itu cukup lama, dan akupun yakin aku pasti bisa menemukannya dan mengenalkannya padamu pada lebaran kali ini.

Selama setahun terakhir ini pun aku beberapa kali mencoba menjalin hubungan dengan beberapa pria. Namun sayang seribu sayang, aku tak bisa mempertahankannya. Bukannya aku tak serius, hanya saja Bapak dan Ibu sudah pasti tak akan menyukainya. Entah kenapa, seringkali aku jatuh hati pada pria yang berbeda keyakinan denganku. Bapak dan Ibu pasti tidak akan meretui ‘kan? Jadi lebih baik aku akhiri saja.

Pak… Bu… Aku yakin kalian memahami perasaanku ini. Bapak dan Ibu pasti sudah jauh lebih berpengalaman dariku soal mencari dan menemukan jodoh. Ternyata jodoh itu bukan oleh-oleh biasa ya? Meski sudah jauh-jauh aku memesannya pada Tuhan, tapi ternyata jodoh tak bisa dipesan segampang itu. Tuhan tak akan pernah mengirimkan jodoh pesananku ini jika aku sendiri belum siap.

Maafkan anakmu. Aku pernah berjanji untuk membawakan calon menantu untuk kalian di lebaran kali ini. Aku tersadar, ternyata aku belum benar-benar serius dengan janjiku itu Pak… Bu…

Salahku Pak… Bu… yang selalu berjanji dari tahun ke tahun. Tak seharusnya aku menjanjikan sesuatu hal yang diluar kuasaku. Tak seharusnya aku berjanji membawakan calon menantu untukmu. Karena sejatinya jodoh itu tak pernah bisa aku prediksi kapan akan aku bisa menemukannya.

Selain itu, ternyata aku menyadari bahwa aku hanya asal berjanji kepada kalian. Janjiku untuk membawakan calon menantu padamu hanyalah semata-mata untuk menenangkan kalian. Jauh di lubuk hatiku, sesungguhnya aku belum benar-benar siap untuk bertemu jodohku. Aku belum siap untuk menjalin hubungan seserius itu dengan seseorang.

Komentar